Aturan Baru Berwisata di Bali Jadi Sorotan Media Asing: Upaya Menjaga Martabat Budaya dan Pariwisata yang Berkelanjutan
- wayan yande

- Jul 9
- 3 min read

Pulau Bali, yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata dunia dengan pantai yang eksotis, pura kuno, dan budaya yang kaya, kembali menjadi sorotan. Namun, kali ini bukan hanya karena keindahan alamnya, melainkan karena langkah tegas yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam menertibkan perilaku wisatawan. Aturan baru tentang etika berwisata di Bali menarik perhatian media internasional dan menjadi bahan diskusi global mengenai batas antara kebebasan berlibur dan penghormatan terhadap budaya lokal.
Latar Belakang Penerapan Aturan Baru Berwisata di Bali
Dalam beberapa tahun terakhir, Bali menghadapi tantangan serius akibat meningkatnya jumlah wisatawan yang tidak menghormati budaya dan adat istiadat setempat. Banyak laporan menunjukkan perilaku wisatawan asing yang tidak pantas, seperti berpakaian terbuka di area suci, memanjat bangunan bersejarah untuk konten media sosial, hingga mengendarai motor tanpa SIM atau helm.
Melihat kondisi ini, Gubernur Bali bersama Dinas Pariwisata Provinsi Bali menerbitkan panduan resmi perilaku wisatawan atau "Do's and Don'ts for Tourists in Bali". Panduan ini tidak hanya menjadi imbauan, tetapi juga didukung oleh penegakan hukum dan sosialisasi yang masif melalui brosur, video edukasi di bandara, serta penyebaran informasi lewat hotel dan tempat wisata.
Isi Panduan dan Aturan yang Berlaku
Panduan tersebut mencakup berbagai aspek perilaku yang harus diperhatikan oleh wisatawan:
Hal yang diperbolehkan (Do's):
Menghormati adat dan budaya masyarakat Bali.
Berpakaian sopan saat berkunjung ke tempat ibadah atau situs budaya.
Menjaga kebersihan dan lingkungan.
Menggunakan jasa pemandu wisata resmi jika ingin memasuki pura atau tempat suci.
Mengendarai kendaraan dengan SIM internasional yang sah.
Hal yang dilarang (Don'ts):
Memanjat bangunan suci seperti candi atau pura.
Menyentuh atau menginjak sesajen yang diletakkan di tempat umum.
Berpakaian terbuka atau telanjang di tempat umum atau lokasi sakral.
Berkendara ugal-ugalan atau tanpa perlengkapan keselamatan.
Membuat konten vulgar atau tidak senonoh di media sosial saat di tempat umum.
Respon Media Internasional dan Wisatawan
Media asing seperti South China Morning Post, The Guardian, dan ABC Australia menyoroti aturan baru ini sebagai langkah penting Bali dalam menjaga integritas budaya di tengah gempuran wisata massal. Mereka memuji pendekatan Bali yang menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dari sektor pariwisata dan kewajiban pelestarian nilai-nilai lokal.
Banyak wisatawan asing juga mengaku terbantu dengan adanya panduan ini. Mereka merasa informasi tersebut sangat bermanfaat agar tidak melakukan kesalahan yang bisa berakibat pada sanksi hukum atau merusak hubungan dengan masyarakat lokal.
Namun, ada juga sebagian wisatawan yang merasa aturan tersebut cukup ketat, terutama terkait pembatasan pakaian dan kebebasan berekspresi. Beberapa menyatakan bahwa perlu adanya pendekatan edukatif yang lebih humanis, bukan hanya berbentuk larangan.
Penegakan dan Sosialisasi Aturan
Untuk memastikan aturan ini berjalan efektif, pemerintah menggandeng pelaku industri pariwisata seperti hotel, villa, penyedia jasa transportasi, dan pelaku wisata budaya untuk menyampaikan panduan ini kepada setiap wisatawan sejak awal kedatangan. Selain itu, petugas keamanan desa adat (pecalang) juga dilibatkan dalam penegakan di lapangan.
Bali juga menyediakan layanan hotline pengaduan untuk masyarakat yang melihat pelanggaran oleh wisatawan agar bisa ditindaklanjuti oleh petugas Imigrasi atau Dinas Pariwisata.
Upaya Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan
Langkah ini merupakan bagian dari visi besar Bali untuk menjadi destinasi wisata berkelanjutan, bukan hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga dari sisi budaya dan sosial. Gubernur Bali menyampaikan bahwa “menjaga martabat budaya adalah bagian dari menjaga masa depan Bali itu sendiri.”
Dengan regulasi yang lebih jelas dan pendekatan yang tegas namun edukatif, diharapkan para wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati keindahan Bali, tetapi juga pulang dengan membawa rasa hormat yang mendalam terhadap budaya lokal.
Bali bukan sekadar tempat liburan. Ia adalah rumah bagi jutaan masyarakat yang menjaga warisan leluhur mereka dengan sepenuh hati. Dengan adanya aturan baru ini, Bali mengajak dunia untuk memahami bahwa pariwisata yang sejati bukanlah tentang kebebasan tanpa batas, melainkan tentang saling menghormati, belajar, dan memberi dampak positif. Sebuah ajakan bagi semua pelancong untuk tidak sekadar menikmati Bali, tetapi juga menghargai Bali.




Comments