top of page
Search

❗ Polemik sampah Bali: Larangan AMDK di Bali Bukan Solusi, Fokus pada Sistem Pengelolaan Sampah

  • Writer: wayan yande
    wayan yande
  • 6 days ago
  • 2 min read

polemik sampah Bali

Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi) mengkritik kebijakan larangan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berukuran di bawah satu liter di Bali. Menurut mereka, polemik sampah Bali dengan pelarangan produk ini bukan solusi efektif dalam mengatasi sampah plastik, bahkan bisa berdampak negatif pada industri daur ulang dan ekonomi lokal.


❓ Polemik sampah Bali, Mengapa Asobsi Menolak Pelarangan?

Ketua Umum Asobsi, Wilda Yanti, menyatakan pelarangan kemasan kecil bersifat simplistis dan tidak menyasar akar masalah, yakni defisiensi sistem pengelolaan sampah (waste management). Berikut poin utamanya:

  • AMDK memiliki nilai ekonomi tinggi dalam rantai daur ulang, sehingga pelarangan justru mencegah penggunaan potensi tersebut.

  • Masalah utama justru terletak pada sampah liar, sampah laut, dan TPA yang masih open dumping tanpa pengelolaan yang baik.

  • Solusi lebih efektif: memprioritaskan sistem pemilahan di rumah, transportasi sampah dari TPS, serta pengolahan di TPA sehingga hanya residu yang tersisa.

Wilda menegaskan bahwa pelarangan bisa diterima asalkan disertai perbaikan sistemik dan regulasi terstruktur. Prinsip ekonomi sirkular (circular economy) dianggap lebih tepat untuk mendanai dan mendukung operasional manajemen sampah.


⚠️ Dampak Ekonomi dan Tenaga Kerja

Kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran ekonomis. Produksi AMDK kemasan kecil menjadi tulang punggung sejumlah pabrik, dan pelarangan dapat:

  • Memicu PHK masal di industri AMDK; dari 18 pabrik di Bali, hanya dua yang diperkirakan bisa bertahan.

  • Melemahkan rantai daur ulang, karena kemasan kecil banyak digunakan dalam bisnis bank sampah dan industri plastik lokal.


🎯 Rekomendasi Asobsi untuk Pemerintah

Asobsi menyarankan agar Pemprov Bali menunda pelarangan dan mengalihkan perhatian pada empat aspek berikut:

  1. Pemilahan Sampah dari Sumber Edukasi komunitas, kampung, dan sekolah agar memilah sampah organik, anorganik, dan residu sejak awal.

  2. Penguatan Infrastruktur Optimalkan fungsi TPS3R, TPST, dan jalur pengangkutan agar proses kerjanya efisien.

  3. Regulasi Berbasis Sistem Gunakan regulasi yang mendukung implementasi sistem, bukan pembatasan produk.

  4. Penguatan Ekonomi Sirkular Manfaatkan nilai ekonomis kemasan plastik dalam sistem daur ulang agar menjadi sumber pembiayaan manajemen sampah.

“Jika semua sampah sudah terpilah dari sumber, dan sistem pengangkutan serta TPS berjalan baik, maka yang masuk ke TPA hanya residu—yang jauh lebih efektif daripada pelarangan” jelas Wilda.


  • Pelabelan larangan AMDK <1L dinilai tidak menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Bali jika tidak didukung sistem pengelolaan yang komprehensif.

  • Fokus jangka panjang sebaiknya diarahkan pada pemilahan, sistem pengumpulan, daur ulang, dan ekonomi sirkular.

  • Asobsi menyerukan evaluasi ulang kebijakan, agar tidak berdampak merugikan industri, ekonomi lokal, dan strategi penanganan sampah Bali secara keseluruhan.


 
 
 

댓글


bottom of page